Thursday, January 18, 2018

Shalat dan Sampah


Salah satu hikmah inti dari shalat adalah mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Orang yang shalat adalah orang yang akan mampu mencegah segala potensi kerusakan. Sehingga efek kebaikan dari shalat itu pasti bermanfaat bagi dirinya dan kehidupan masyarakat. Kalau shalat yang kita kerjakan (dirikan) selama ini tidak membawa manfaat bagi transformasi diri dan sosial, berarti shalat kita belum bermakna.
Nah atas dasar itulah, saya perlu mengapresiasi salah satu program Majelis Komunikasi Alumni Babakan (Makom Albab), Pesantren Babakan, Ciwaringin yakni program manajemen sampah zero (Masaro). Hari ini masih berlangsung kegiatan Training of Trainernya di Pesantren Daarul Ma'arif, Kaplongan, Indramayu. Sebuah program inovasi yang manfaatnya luar biasa bagi masyarakat, berkenaan dengan pengelolaan sampah dan lingkungan hidup.
Program inovatif ini ditemukan oleh Prof. Zaenal, salah satu alumni Pesantren Babakan, Ciwaringin, Guru Besar Institut Teknologi Bandung yang kini sedang terus disosialisasikan ketepatgunaannya. Dan salah satu Desa percontohan program Masaro ini terletak di Desa Tinumpuk, Indramayu. Dan insya Allah sore ini juga kami semua akan meninjau langsung lokasi binaan program inovatif Masaro.
Lalu apa kaitannya shalat dengan sampah? Hmm. Disadari atau tidak, bahwa shalat menyimpan makna yang mendalam. Tentang hidup disiplin, sehat dan bersih. Itu jugalah yang kemudian kita ketahui bersama bahwa sebelum shalat kita juga diwajibkan menunaikan syarat-syaratnya. Salah satunya pakaian dan tempat yang kita jadikan latar shalat harus bersih dan suci. Sehingga itu kalau ibadah shalat kita tidak mendorong kita untuk hidup bersih, termasuk bersih dari sampah, kualitas shalat kita harus dipertanyakan.
Sampah memang masalah klasik. Ia dekat dengan kita. Setiap hari kita dibelit oleh persoalan sampah yang menggelisahkan. Entah berapa kali bencana yang terjadi gara-gara kita lalai akan pengelolaan sampah. Baru kalau sudah terjadi bencana, kitapun menyesal dan 'grasah-grusuh' mencari solusi. Selalu telat dan terlambat. Persoalannya budaya hidup dan mental kita seperti belum siap.
Saya dan saya pikir kita semua harus tanggap untuk menangani persoalan sampah. Program demi program, penemuan demi penemuan diciptakan, tetapi rasa-rasanya kita hampir selalu kewalahan--untuk enggan mengatakan gagal. Kita harus berpikir dan serius mengelola sampah, menyelesaikan persoalan yang selama ini membelit kita. Kita awali dengan niat yang serius, ikhtiar-ikhtiar yang serius, sehingga nanti hasilya serius dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Hidup bersih adalah pesan sosial dari shalat. Tetapi itu tadi, acap kali shalat kita sekadar gerak badan dan formalitas. Apalagi memang kita sedang hidup di zaman yang penuh dengan kemewahan dan individualistis. Orang sibuk mementingkan diri sendiri, sampai-sampai lupa pada persoalan sosial, terutama berkenaan dengan sampah. Orang mungkin gengsi mengurusi ihwal sampah. Karena sampah identik dengan kotoran dan bau yang tak sedap.
Akhirnya, tanpa keseriusan bersama, tanpa niat dan komitmen kita semua, sebagus dan seinovatif apapun program pengelolaan sampah, ia akan berhenti hanya pada program dan sulit terwujud dalam realitas sosial. Kita harus turun ke bawah, mau bergaul bersama masyarakat, mengetuk hati mereka agar bersama menjaga kebersihan dan bersama mengelola sampah. Ini kerja berat, menguras pikiran, tenaga dan segalanya. Semoga ikhtiar kita berhasil.
Wallaahu a'lam

Mamang M Haerudin (Aa)
Pesantren Daarul Ma'arif Indramayu, 13 Januari 2018, 14.59 WIB

No comments:
Write comments